Menghisap sebatang lisong Melihat Indonesia Raya Matahari terbit Aku bertanya Delapan juta kanak – kanak Menghisap udara Dan di langit Bahwa bangsa kita adalah malas Gunung – gunung menjulang Aku bertanya Bunga – bunga bangsa tahun depan Kita mesti berhenti membeli rumus – rumus asing Inilah sajakku Selamat Jalan Sastrawan Pejuang
Mendengar 130 juta rakyat
Dan di langit
Dua tiga cukong mengangkang
Berak di atas kepala mereka
Fajar tiba
Dan aku melihat delapan juta kanak – kanak tanpa pendidikan
Tetapi pertanyaan – pertanyaanku
Membentur meja kekuasaan yang macet
Dan papan tulis – papan tulis para pendidik
Yang terlepas dari persoalan kehidupan
Menghadapi satu jalan panjang
Tanpa pilihan
Tanpa pepohonan
Tanpa dangau persinggahan
Tanpa ada bayangan ujungnya
Yang disemprot deodorant
Aku melihat sarjana – sarjana menganggur
Berpeluh di jalan raya
Aku melihat wanita bunting
Antri uang pensiunan
Para teknokrat berkata :
Bahwa bangsa mesti dibangun
Mesti di up-grade
Disesuaikan dengan teknologi yang diimpor
Langit pesta warna di dalam senjakala
Dan aku melihat
Protes – protes yang terpendam
Terhimpit di bawah tilam
Tetapi pertanyaanku
Membentur jidat penyair – penyair salon
Yang bersajak tentang anggur dan rembulan
Sementara ketidak adilan terjadi disampingnya
Dan delapan juta kanak – kanak tanpa pendidikan
Termangu – mangu di kaki dewi kesenian
Berkunang – kunang pandang matanya
Di bawah iklan berlampu neon
Berjuta – juta harapan ibu dan bapak
Menjadi gemalau suara yang kacau
Menjadi karang di bawah muka samodra
Diktat – diktat hanya boleh memberi metode
Tetapi kita sendiri mesti merumuskan keadaan
Kita mesti keluar ke jalan raya
Keluar ke desa – desa
Mencatat sendiri semua gejala
Dan menghayati persoalan yang nyata
Pamplet masa darurat
Apakah artinya kesenian
Bila terpisah dari derita lingkungan
Apakah artinya berpikir
Bila terpisah dari masalah kehidupan
poem is from here
Sastra Merdeka
Selasa, 11 Agustus 2009
Sebatang Lisong, Kritik WS Rendra Terhadap Ketimpangan Sosial
Rabu, 05 Agustus 2009
Aku Padamu
Aku memang tak pantas membilang “seorang nasionalis”. Aku tentu tak layak mengaku-aku “patriot bangsa”.Aku pastinya tak lancang-lancang berteriak “harapan bangsa”. Aku hanya bisa meneriaki diri “luar biasa diri kamu, menghancurkan-mencoreng moreng negeri ini dengan lagak dan bacotmu, sementara lahir disini, hidup disini, dibesarkan disini, mencintai-dicintai disini, bahkan beranak pinak dan menutup mata pun disini, ... memalukan !” Sejujurnya hati kecilku tulus berujar Aku Padamu Indonesia. Dirgahayu Republik Indonesia picture is from here
Diposting oleh Merdeka di 23.33 0 komentar
Label: Aku Cinta Indonesia, Bendera, Dirgahayu RI, Indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)